Wak Kocek, begitu panggilan akrabnya sehari-hari. Dia merupakan warga desa Teluk Panji, yang saat ini merupakan salah satu orang yang memiliki ekonomi lemah di desa ku (data di ambil dari Kepala Desa). Tubuhnya yang sudah lemah di makan usia membuat dia hanya bisa mencari nafkah sehari-hari dengan pekerjaan yang ringan sesuai dengan usia senjanya. Dan tak jarang pula dia mengharap belas kasihan dari tetangga khususnya, juga dari masyarakat dan pemerintah desa.
Sebagai perjaka tua, dia pun menjalani hidupnya dengan sendiri di gubuk tua yang kumuh. Rumahnya yang berukuran 2x3 dengan dinding papan dan atap seng tanpa dek. Di rumah sekecil itu hanya ada tilam usang dengan bantal yang usang pula. Kelihatannya seperti sisa-sisa tetangga yang tidak dipakai lagi. Pakaiannya yang kusam yang tidak teratur hanya digantung di dinding dengan paku yang sudah karatan. Dan untuk masalah dapur, dia memiliki periuk, wajan, sendok, piring, dan mangkok. Dan untuk memasak, dia masih mengandalkan kayu baker walaupun pemerintah sudah memberikan kompor gas dan tabung LPG secara gratis, tapi karena dipemberitaan sering terjadi kebakaran yang disebabkan tabung tersebut, maka dia tidak berani menggunakannya. Dalam hal penerangan, dia mendapat aliran listrik dari tetangga, dengan bola lampu putih 10 watt sudah mampu menerangi rumahnya yang kecil.
Untuk masalah pekerjaan, bapak tersebut hanya mengandalkan sampan dayung miliknya untuk menyusuri sungai dan singgah dari satu hutan ke hutan yang lain untuk mencari kayu bakar atau mencari pangkat (ujung kayu rotan). Kayu atau pangkat yang didapat tersebut dijual agar bisa membeli kebutuhan sehari-hari. Harga 3 batang kayu bakar dengan ukuran ± 1,5 kaki dijual dengan harga murah yaitu Rp. 1.000 dan biasanya paling banyak dia mendapat 30 batang kayu baker. Jadi totalnya mencapai Rp. 10.000. Untuk harga pangkat, 1 ikat dengan 6 batang pangkat harganya yaitu Rp. 1.000 dan biasanya bapak tersebut mendapat 5 ikat, jadi totalnya adalah Rp. 5.000.
Kegiatan ini tidak setiap hari dia lakukan, karena mengingat kondisi tubuhnya yang sudah tua dan terkadang turunnya hujan membuat kayu bakar jadi lembab menyebabkan kayu susah untuk memotongnya dan jarang pula para pemilik lahan tidak mengizinkannya beroperasi di lahannya. Mencari pangkat pun terkadang jarang, tergantung dari seberapa cepat pangkat itu tumbuh dan bertunas kembali.
Usik punya usik, akhirnya saya pun memberanikan diri bertanya tentang “mengapa uwak tersebut memilih jadi perjaka tua?”. Dengan gelak tawa yang tampak di paksakan dia pun akhirnya menarik napas panjang dan menatap saya sendu. Saya merasa tak enak dengan pertanyaan tadi langsung minta maaf . bapak itu tersenyum dan mulai angkat bicara.
“ Dulu, uwak sempat meminang seorang gadis desa, tapi pinangan uwak di tolak orangtuanya, karena uwak terkenal sebagai orang yang pemabuk dan suka gonta ganti wanita. hal itu bisa terjadi karena orangtua uwak saat itu termasuk orang terpandang di desa ini karena memiliki beberapa hektar tanah yang dulunya bisa mencukupi kehidupan keluarga kami. Karena pinangan uwak ditolak, uwak merasa bahwa kepercayaan orang kepada uwak tidak ada lagi dan orangtua manapun tidak akan mau menikahkan anak gadisnya kepada uwak. Saat itu, uwak pun jadi stress dan uwak tidak mau keluar dari rumah karena malu. Saat uwak seperti itu, emak uwak pun yang saat itu berstatus janda sakit parah, hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit. Karena kekurangan biaya, adik ayah (paman) pun menjual seluruh tanah warisan tersebut. Azal pun tidak dapat dielakkan, emak uwak pun akhirnya meninggal. Saat itu harta sudah habis terjual, hanya tapak rumah yang tersisa, uwak pun menyuruh paman untuk menjualnya sebagian dan uwak dibuatkan rumah yang kecil yang cukup untuk uwak seorang. Begitulah hingga akhirnya uwak seperti ini.”. tutup bapak tersebut dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar ceritanya, saya pun terharu dan saya tidak menyangka hidup bapak ini begitu klise. Dan hikmah yang dapat saya petik dari cerita bapak tersebut adalah kita harus menjadi seseorang yang bisa menjaga nama baik kita, agar orang lain selalu mempercayai kita. Selalu berbuat salah, orang lain akan melekatkan gelar yang salah itu kepada kita selama-lamanya.
Demikianlah profil singkat wak Kocek, seorang yang hidup serba kekurangan tanpa adanya istri dan anak dia mempertahankan hidupnya dengan sendiri. Semoga kisah ini bermanfaat bagi kita semua dan kita selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Allah kepada kita.